Perpustakaan Ceria dalam upayanya menumbuhkan budaya membaca memiliki latar belakang sebagai berikut
Sebuah bangsa bisa dinilai maju atau tidak dalam peradaban dan kebudayaannya seiring dengan tingkat kecerdasan warga negaranya dalam menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah mengamanatkan bahwa salah satu inti tujuan kemerdekaan adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Ini berarti bahwa setiap warga negara berhak untuk hidup cerdas. Karenanya, pemerintah berkewajiban untuk membebaskan warga negaranya dari kebodohan dan keterbelakangan, sekaligus juga berkewajiban menjamin dan menyediakan sarana dan prasarana untuk mencerdaskan anak-anak bangsa. Masyarakat membutuhkan sarana untuk terus belajar dan mengembangkan wawasan serta pengetahuannya agar hidupnya menjadi semakin cerdas, berkualitas, dan mampu berkompetisi dalam percaturan global.
Bagi bangsa Indonesia, upaya meningkatkan dunia perpustakaan merupakan tantangan besar yang dihadapi dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Karena, sampai saat ini keberadaan perpustakaan belum memperoleh tempat yang signifikan dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Citra yang muncul tentang perpustakaan di Indonesia justru membuat kita prihatin. Perpustakaan hanya sebatas sebagai gudang buku, tempat baca atau taman bacaan, tempat menyimpan majalah dan kliping-kliping koran yang berdebu dengan kualitas yang sudah usang. Perpustakaan masih belum dijadikan sebagai sumber rujukan informasi yang penting.
Padahal, dalam batang tubuh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, terdapat pasal-pasal yang menguatkan pentingnya keberadaan Perpustakaan dan sistemnya, yaitu : (1) Pasal 28 F tentang hak untuk komunikasi dan memperoleh informasi, (2) Pasal 31 tentang pendidikan dan kewajiban pemerintah dalam memajukan Iptek dan (3) Pasal 32 tentang kebudayaan. Secara tersirat pasal-pasal tersebut menyatakan diperlukannya wadah untuk mendapatkan informasi dengan mudah, tersedianya sarana pendidikan dan meningkatkan perkembangan Iptek serta kewajiban untuk memelihara dan melestarikan budaya di Indonesia. Wadah dari semua itu tidak lain adalah perpustakaan.
Penyelesaian terhadap persoalan ini bukan perkara mudah karena masalah ini telah berakar dalam masyarakat kita. Selain itu, penyebab masalah ini sangatlah kompleks. Namun demikian, perlu adanya upaya yang serius dalam mengurai akar masalah sehingga masalah seperti ini tidak terulang lagi.
Belum membudayanya baca tulis, misalnya, tampak terlihat jelas dari fakta bahwa di Indonesia, Masyarakat banyak mendapatkan informasi dari Televisi daripada buku/tulisan. Hal tersebut menggambarkan masih rendahnya kesadaran membaca dan menulis masyarakat Indonesia. Gambaran yang paling sederhana terlihat dari pilihan aktivitas masyarakat ketika mengisi waktu luang mereka. Banyak dari mereka tidak memilih membaca. Misalnya, ketika seseorang sedang mengantre di suatu tempat, aktivitas membaca hampir tak tampak. Tak ketinggalan, pelajar/mahasiswa pun melakukan hal yang sama. Misalnya tidak banyak pelajar/mahasiswa yang memilih membaca sebagai aktivitas mereka saat waktu luang mereka. Mereka lebih memilih mengobrol hal-hal yang tidak penting atau kegiatan-kegiatan lain yang memuaskan keinginan mereka dari pada kegiatan membaca yang seharusnya dilakukan oleh seorang pelajar.
Oleh karena itu, merupakan suatu keharusan untuk menumbuhkan budaya baca tulis di tengah-tengah masyarakat Indonesia. Membudayakan kebiasaan baca tulis di tengah-tengah masyarakat yang bukan kultur baca tulis akan sangat sulit terwujud jika tidak didukung dengan sumber bacaan memadai. Pengadaan perpustakaan rakyat merupakan salah satu jalan keluar.



Tidak ada komentar:
Posting Komentar